KONSEP DASAR PENYAKIT HIPERBILIRUBINEMIA
1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah
suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan, melebihi
batas atas nilai normal bilirubin serum sehingga menimbulkan joundice pada
neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah
kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar
tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince
pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin adalah
peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh
kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)
Hiperbilirubinemia
adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum,
1991:314)
Hiperbilirubinemia merupakan
suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg% pada
minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain.
Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan kerusakan
pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Metabolisme
Bilirubin
Segera
setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah
larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin
binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin
tidak mencapai tingkat patologis.
2. Epidemiologi
a.
Biasa ditemukan pada bayi baru
lahir à
minggu I
b.
Kejadian ikterus à
60 % bayi cukup bulan & 80 % à kurang bulan
Perhatian
utama à
ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin > 5mg/dl dalam 24 jam.
c.
Keadaan yang menunjukkan ikterus
patologik :
-
Proses hemolisis darah
-
Infeksi berat
3. Etiologi
a.
Peningkatan produksi :
- Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas
yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada
penggolongan Rhesus dan ABO.
- Pendarahan
tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
- Ikatan Bilirubin
dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi
Hipoksia atau Asidosis .
- Defisiensi G6PD (
Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
- Ikterus ASI yang
disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
- Kurangnya Enzim
Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya
pada berat badan lahir rendah.
- Kelainan
kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b.
Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya’pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c.
Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d.
Gangguan ekskresi yang terjadi intra
atau ekstra Hepatik.
e.
Peningkatan sirkulasi Enterohepatik
misalnya pada Ileus Obstruktif
4. Patofisiologi
Peningkatan kadar
Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan
Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal
ini dapat terjadi apabila kadarprotein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu
Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis
pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan
yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa
kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar
Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada
keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia (
AH, Markum,1991).
- Kulit berwarna kuning sampe jingga
- Pasien tampak lemah
- Nafsu makan berkurang
- Reflek hisap kurang
- Urine pekat
- Perut buncit
- Pembesaran lien dan hati
- Gangguan neurologic
- Feses seperti dempul
- Kadar bilirubin total mencapai 29
mg/dl.
- Terdapat ikterus pada sklera,
kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama
disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan
diabetk atau infeksi.
5.
Klasifikasi
a. Ikterus
prehepatik
Disebabkan oleh produksi
bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati
untuk melaksanakan konjugasi terbatas terutama pada disfungsi hati sehingga
menyebabkan kenaikan bilirubin yang tidak terkonjugasi.
b. Ikterus
hepatik
Disebabkan karena
adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan
bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat
konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus
karena terjadi retensi dan regurgitasi.
c. Ikterus
kolestatik
Disebabkan oleh bendungan
dalam saluran empedu sehingga empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat
dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin
terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan
urobilirubin dalam tinja dan urin.
d. Ikterus
neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah
bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari ke-7. penyebabnya organ hati yang
belum matang dalam memproses bilirubin
e. Ikterus
neonatus patologis
Terjadi karena
factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan yang tinggi dan
berat badan tidak bertambah.
f. Kern Ikterus
Adalah suatu
kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada
Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar
Ventrikulus IV.
6.
Manifestasi klinis
- Kulit berwarna kuning sampe jingga
- Pasien tampak lemah
- Nafsu makan berkurang
- Reflek hisap kurang
- Urine pekat
- Perut buncit
- Pembesaran lien dan hati
- Gangguan neurologic
- Feses seperti dempul
- Kadar bilirubin total mencapai 29
mg/dl.
- Terdapat ikterus pada sklera,
kuku/kulit dan membran mukosa.
- Jaundice yang tampak 24 jam pertama
disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan
diabetk atau infeksi.
- Jaundice yang tampak pada hari ke 2
atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke 3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang
biasanya merupakan jaundice fisiologi.
7.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum lemah, Tanda-tanda tidak
stabil terutama suhu tubuh (hipo/hipertemi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB
turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami
penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas ( skin resh ) bronze bayi
syndrome, sclera mara kuning ( kadang – kadang terjadi kerusakan pada retina )
perubahan warna urine dan feses.
8.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium.
-
Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test
Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A, anti-B dalam
darah ibu.
Hasil positif dari test
Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM
dari neonatus.
-
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
-
Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5
mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan
atau 1,5 mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
-
Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.
-
Hitung darah lengkap
Hb mungkin
rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit
mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%) dengan
hemolisis dan anemia berlebihan.
-
Glukosa
Kadar
dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
-
Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
-
Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi
bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
-
Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak
10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar
bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
-
Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis
pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
-
Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya
metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati,
seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa
terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra
hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti
hepatitis, serosis hati, hepatoma.
9. Terapi
Phenobarbital dapat menstimulasi hati
untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan
mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa
hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada
post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Colistrisin
dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.
10. Penatalaksanaan
Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO)
pada waktu hamil, mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi
baru lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b.
Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
c.
Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada
penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
a.
Menghilangkan Anemia
b.
Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c.
Meningkatkan Badan Serum Albumin
d.
Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi
pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.
a.
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri
atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin.
Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua
isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab
kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan
pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat
badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5
mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis
pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b.
Tranfusi
Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti
atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2.
Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru
lahir.
3.
Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4.
Tes Coombs Positif.
5.
Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6.
Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7.
Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8.
Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9.
Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang
tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk
yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin
dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh
Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
11. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah
dan dihentikan peningkatannya dengan :
- Pengawasan antenatal yang baik
- Menghindari obat yang dapat
meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh
:sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
- Pencegahan dan mengobati hipoksia pada
janin dan neonatus.
- Penggunaan
fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
- Imunisasi yang baik pada bayi baru
lahir
- Pemberian makanan yang dini.
- Pencegahan infeksi.
12. Komplikasi
- Retardasi mental - Kerusakan
neurologist
- Gangguan pendengaran dan penglihatan
- Kematian.
- Kernikterus.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a.
Identitas pasien dan keluarga
b.
Riwayat Keperawatan
1)
Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik.
Penggunaan obat – obat yang meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic
oxitosin yang dapat mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2)
Riwayat Persalinan
Persalinan
dilakukan oleh dukun, bidan, dokter.
Atau data obyektif
; lahir prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
3)
Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin
meningkat kulit bayi tampak kuning.
4)
Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan
anak polisitemia, gangguan saluran cerna dan hati ( hepatitis )
5)
Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena
perpisahan, perubahan peran orang tua
6)
Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan
pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.
Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
1. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
Mungkin pucat
menandakan anemia.
3. Eliminasi
Bising usus
hipoaktif.
Pasase mekonium
mungkin lambat.
Feses mungkin
lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat;
hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk,
mungkin lebih disusui daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (
reflek menghisap dan menelan lemah
sehingga BB bayi mengalami penurunan).
Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar
5. Neuro sensori
Sefalohematoma besar
mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan
trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum
Edema umum,
hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh
berat.
Kehilangan refleks
Moro mungkin terlihat
Opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang
(tahap krisis)
6. Pernafasan
Riwayat asfiksia
7. Keamanan
Riwayat positif
infeksi / sepsis neonatus
Dapat mengalami
ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
Dapat tampak ikterik
pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit
hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
8. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi
kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA),
seperti bayi dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran
dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis,
hipoglikemia.
Terjadi lebih sering
pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9. Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami
hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga;
missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar,
fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia), diskrasias
darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti
diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide oral pada
kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas Rh/ABO;
penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan
ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau
trauma kelahiran.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
kadar bilirubin indirek dalam darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
2.
Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis
dan kebutuhan tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3.
Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP
berhubungan dengan peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat
toksik tehhadap otak.
4.
Risiko tinggi kekurangan volume cairan akibat efek
samping fototerapi berhubungan dengan
pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
5.
Risiko terjadi gangguan
suhu tubuh akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi
tubuh.
6.
Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi
tukar berhubungan dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
C. RENCANA KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin indirek dalam
darah, ikterus pada sclera leher dan badan.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
integritas kulit kembali baik/ normal dengan
kriteria hasil :
-
Kadar bilirubin dalam batas normal (
0,2 – 1,0 mg/dl )
-
Kulit tidak berwarna kuning/ warna
kuning mulai berkurang
-
Tidak timbul lecet akibat penekanan
kulit yang terlalu lama
|
Mandiri
a.
Monitor warna dan keadaan kulit
setiap 4-8 jam
b. Monitor keadaan
bilirubin direk dan indirek ( kolaborasi dengan dokter dan analis )
c. Ubah posisi
miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan
perubahan posisi lakukan massage dan monitor keadaan kulit
d.Jaga
kebersihan kulit dan kelembaban kulit/ Memandikan
dan pemijatan bayi
|
a. Warna kulit kekuningan sampai jingga yang semakin pekat
menandakan konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tinggi.
b. Kadar bilirubin
indirek merupakan indikator berat
ringan joundice yang diderita.
c. Menghindari
adanya penekanan pada kulit yang terlalu lama sehingga mencegah terjadinya
dekubitus atau irtasi pada kuit bayi.
d. Kulit yang
bersih dan lembab membantu memberi rasa nyaman dan menghindari kulit bayi
meengelupas atau bersisik.
|
2
|
Kurang
pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan
berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan keluarga bertambah dengan
kriteria hasil :
-
Mengungkapkan pemahaman tentang
penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
-
Melatih orang tua bayi memandikan, merawat tali pusat dan pijat bayi .
|
Mandiri
a. Berikan
informasi tentang penyebab,penanganan dan implikasi masa datang dari
hiperbilirubinemia. Tegaskan atau jelaskan informasi sesuai kebutuhan.
b. Tinjau
ulang maksud dari mengkaji bayi terhadap peningkatan kadar bilirubin ( mis.,
mengobservasi pemucatan kulit di atas tonjolan tulang atau perubahan perilaku
) khususnya bila bayi pulang dini.
c. Diskusikan
penatalaksanaan di rumah dari ikterik fisiologi ringan atau sedang, termasuk
peningkatan pemberian makan, pemajanan langsung pada sinar matahari dan
program tindak lanjut tes serum.
d. Berikan informasi
tentang mempertahankan suplai ASI melalui penggunaan pompa payudara dan
tentang kembali menyusui ASI bila ikterik memerlukan pemutusan menyusui.
e. Kaji situasi keluarga dan system
pendukung.berikan orangtua penjelasan tertulis yang tepat tentang fototerapi
di rumah, daftarkan teknik dan potensial masalah.
f. Buat
pengaturan yang tepat untuk tes tindak lanjut dari bilirubin serum pada
fasilitas laboratorium.
g. Diskusikan
kemungkinan efek-efek jangka panjang dari hiperbilirubinemia dan kebutuhan
terhadap pengkajian lanjut dan intervensi dini.
|
a. Memperbaiki kesalahan konsep, meningkatkan pemahaman,
dan menurunkan rasa takut dan perasaan bersalah. Ikterik neonates mungkin fisiologis,
akibat ASI, atau patologis dan protocol perawatan tergantung pada penyebab
dan factor pemberat.
b. Memungkinkan
orangtua mengenali tanda-tanda peningkatan kadar bilirubin dan mencari
evaluasi medis tepat waktu.
c. Pemahaman
orangtua membantu mengembangkan kerja sama mereka bila bila bayi dipulangkan.
Informasi membantu orangtua melaksanakan penatalaksanaan dengan aman dan
dengan tepat serta mengenali pentingnya aspek program penatalaksanaan.
d. Membantu
ibu untuk mempertahankan pemahaman pentingnya terapi. Mempertahankan supaya
orangtua tetap mendapatkan informasi tentang keadaan bayi. Meningkatkan
keputusan berdasarkan informasi.
e. Fototerapi
di rumah dianjurkan hanya untuk bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama
kehidupan, dimana kadar bilirubin serum antara 14 – 18 mg/dl tanpa
peningkatan konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
f. Tindakan
dihentikan bila konsentrasi bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl, tetapi
kadar serum harus diperiksa ulang dalam 12-24 jam untuk mendeteksi
kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.
g. Kerusakan
neurologis dihubungkan dengan kernikterus meliputi kematian, palsi serebral,
retardasi mental, kesulitan sensori, pelambatan bicara, koordinasi buruk,
kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail atau warna gigi hijau kekuningan
|
3
|
Risiko
tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan peningkatan
bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan diharapkan kadar bilirubin menurun dengan
kriteria hasil:
-
Kadar bilirubin indirek dibawah 12 mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia
3 hari
-
Resolusi ikterik pada akhir minggu pertama kehidupan
-
SSP berfungsi dengan normal
|
Mandiri
a.Periksa resus darah ABO
a.
Tinjau catatan intrapartum terhadap
factor resiko yg khusus, seperti berat badan lahir rendah (BBLR) atau IUGR,
prematuritas, proses metabolic abnormal, cedera vaskuler, sirkulasi abnormal,
sepsis, atau polisitemia
b. Perhatikan
penggunaan ekstrator vakum untuk kelahiran. Kaji bayi terhadap adanya
sefalohematoma dan ekimosis atau petekie yang berlebihan
c. Tinjau ulang
kondisi bayi pada kelahiran, perhatikan kebutuhan terhadap resusitasi atau
petunjuk adanya ekimosis atau petekie yang berlebihan, stress dingin,
asfiksia, atau asidosis
d. Pertahankan bayi
tetap hangat dan kering, pantau kulit dan suhu inti dengan sering
e. Mulai memberikan
minum oral awal dengan 4 sampai 6 jam setelah kelahiran, khusus bila bayi
diberi ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda hipoglikemia. Dapatkan kadar Dextrostix,
sesuai indikasi.
f. Evaluasi tingkat
nutrisi ibu dan prenatal; perhatikan kemungkinan hipoproteinemia neonates,
khususnya pada bayi praterm.
g. Perhatikan usia
bayi pada awitan ikterik; bedakan tipe ikterik (mis, fisiologis, akibat ASI,
atau patologis)
h.
Gunakan meter ikterik transkutaneus.
i.
Kaji bayi terhadap kemajuan
tanda-tanda dan perubahan perilaku; tahap I meliputi neurodepresan (mis.,
letargi, hipotonia, atau penurunan/tidak adanya reflek). Tahap II meliputi
neurohiperefleksia (mis,. Kedutan,kacau mental, opistotonus, atau demam).
Tahap III ditandai dengan tidak adanya manifestasi klinis. Tahap IV meliputi
gejala sisa seperti palsi serebra atau retardasi mental
Kolaborasi
Pantau
pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi.
a.
Bilirubin direk dan indirek.
b.
Tes Coombs darah tali pusat
direk/indirek
c.
Kekuatan combinasi karbondioksida
(CO2)
d.
Jumlah retikulosit dan smear perifer.
e.
Hb/Ht
f.
Protein serum total
g. Hitung kapasitas
ikatan plasma bilirubin-albumin
h. Hentikan
menyusui ASI selama 24-48 jam, sesuai indikasi. Bantu ibu sesuai kebutuhan
dengan pemompaan panyudara dan memulai lagi menyusui
i.
Berikan agens indikasi enzim (fenobarbital, etanol) bila dibutuhkan.
|
a.
Inkompatibilitas ABO mempengaruhi 20%
dari semua kehamilan dan paling umum terjadi pada ibu dengan golongan
darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B melewati sirkulasi janin,
menyebabkan aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa dengan itu, bila ibu
Rh-positif, antibody ibu melewati plasenta dan bergabung pada SDM janin,
menyebabkan hemolisis lambat atau segera
b. Kondisi klinis
tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah-otak, memungkinkan ikatan
bilirubin terpisah pada tingkat membrane sel atau dalam sel itu sendiri,
meningkatkan resiko terhadap keterlibatan SSP
c.
Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan kulit kepala janin dan
hemolisis yang berlebihan dapat meningkatkan jumlah bilirubin yang dilepaskan
dan menyebabkan ikterik
d.
Asfiksia dan siadosis menurunkan
afinitas bilirubin terhadap albumin.
e.
Stress dingin berpotensi melepaskan
asam lemak. Yang bersaing pada sisi ikatan pada albumin, sehingga
meningkatkan kadar bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas (tidak berikatan)
f.
Keberadaan flora usus yang sesuai
untuk pengurangan bilirubin terhadap urobilinogen; turunkan sirkulasi
enterohepatik bilirubin
Hipoglikemia memerlukan penggunaan
simpanan lemak untuk asam lemak pelepas-energi, yang bersaing dengan
bilirubin untuk bagian ikatan pada albumin.
g.
Hipopoteinemia pada bayi baru lahir
dapa mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin membawa 16 mg bilirubin tidak
terkonjugasi. Kekurangan albumin yang cukup meningkatkan jumlah sirkulasi
bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat melewati barier darah otak.
h.
Ikterik fisiologis biasanya tampak
antara hari pertama dan kedua dari kehidupan
Ikterik karena ASI biasanya tampak
antara hari keempat dan keenam kehidupan, mempengaruhi hanya 1%-2% bayi
menyusui.
Ikterik
patologis tampak dalam 24 jam pertama kehidupan dan lebih mungkin menimbulkan
perkembangan kernikterus/ensefalopati bilirubin.
i.
Memberikan skrining noninvasif terhadap ikterik, menghitung warna kulit
dalam hubungannya dengan bilirubin serum total.
j.
Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan (dihubungkan dengan ikterik
patologis) mempunyai afinitas terhadap jaringan ekxtravaskuler, meliputi
ganglia basal jaringan otak. Perubahan prilaku berhubungan dengan kernikterus
biasanya terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan dan jarang terjadi
sebelum 36 jam kehidupan.
a. Bilirubin tampak
dalam 2 bentuk: bilirubin direk; yang di konjugasi oleh enzim hepar
glukoronil transferase, dan bilirubin indirek, yang di konjugasi dan tampak
dalam bentuk bebas dalam darah atau terikat pada albumin. Bayi potensial
terhadap kernikterus diprediksi paling baik melalui peningkatan kadar
bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek 18-20 mg/dl pada bayi
cupup bulan, atau lebih besar dari 13-15 mg/dl pada bayi praterm atau bayi
sakit, adalah bermakna
b. Hasil positif
dari tes Coombs indirek menandakan adanya antibody (Rh-positif atau anti-A
atau anti-B) pada darah ibu dan bayi baru lahir; hasil positif tes Coombs
indirek menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif, Anti-A, atau Anti-B) SDM
pada neonates
c. Penurunan konsisten dengan hemolisis
d. Hemolisis
berlebihan menyebabkan jumlah retikulosit meningkat. Smear mengidentifikasi
SDM abnormal atau imatur
e. Peningkatan
kadar Hb/Ht ( Hb lebih besar dari pada 22 g/dl; Ht lbih besar dari 65%)
menandakan polisitemia, kemungkinan disebabkan oleh pelambatan pengkleman
tali pusat, transfusi maternal-ibu transfuse kembaran-kembaran, ibu diabetes,
atau stress intrauterus kronis pada hipoksia, seperti trlihat pada bayi BLR
atau bayi dengan penurunan sirkulasi plasenta. Hemolisis kelebihan SDM
menyebabkan peningkatan kadar bilirubi dengan 1 g Hb menghasilkan 35 mg
bilirubin. Kadar Hb rendah (14 mg/dl) mungkin dihubungkan dengan hidrops
fetalis atau dengan inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam uterus serta
menyebabkan hemolisis, edema, dan pucat.
f.
Kadar rendah protein serum (kurang dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan
kapasitas ikatan terhadap bilirubin.
g. Membantu dalam
menentukan risiko kernikterus dalam kebutuhan tindakan. Bila nilai bilirubin
total dibagi dengan kadar protein total serum kurang dari 3,7 bahaya kernikterus
sangat rendah. Namun, resiko cedera tergantung pada derajat
prematuritas, adanya hipoksia atau asidosis, dan aturan obat (mis. Sulfonamide, kloramfenikol).
h. Pendapat
bervariasi apakah menghentikan menyusui ASI perlu bila terjadi ikterus.
Namun, mencerna formula meningkatkan motilitas. Gastrointestinal dan ekskresi
feses dan pigmen empedu, dan kadar bilirubin serum mulai tun dalam 48 jam
setelah penghentian menyusui.
i.
Merangsang enzim hepatic untuk
meningkatkan bersihan bilirubin
|
4.
|
Risiko
tinggi kekurangan volume cairan akibat efek samping fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan
intensitas tinggi.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan cairan
tubuh neonatus adekuat dengan kriteria hasil:
-
Tugor kulit baik
-
Membran mukosa lembab
-
Intake dan output cairan seimbang
-
Nadi, respirasi dalam batas normal ( N: 120-160 x/menit, RR : 35
x/menit )
suhu ( 36,5-37,5 C ) |
Mandiri
a. Pantau masukan
dan haluan cairan; timbang berat badan bayi 2 kali sehari.
b. Perhatikan
tanda- tanda dehidrasi(mis: penurunan haluaran urine, fontanel tertekan,
kulit hangat atau kering dengan turgor buruk, dan mata cekung).
c. Perhatikan warna
dan frekuensi defekasi dan urine.
d. Tingkatkan
masukan cairan per oral sedikitnya 25%. Beri air
diantara menyusui atau memberi susu botol.
e. Pantau
turgor kulit
f. Berikan
cairan per parenteral sesuai indikasi
|
a.
Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapt menyebabkan
dehidrasi.
b. Bayi dapat tidur
lebih lama dalam hubungannya dengan fototerapi, meningkatkan resiko dehidrasi
bila jadwal pemberian makan yang sering tidak di pertahankan.)
c.
Defeksi encer, sering dan kehijauan serta urine kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi bilirubin.
Feces yang encer
meningkatkatkan risiko kekurangan volume cairan akibat pengeluaran cairan
berlebih.
d. Meningkatkan
input cairan sebagai kompensasi pengeluaran feces yang encer sehingga
mengurangi risiko bayi kekurangan cairan.
e.
Turgor kult yang buruk, tidak elastis merupakan indikator adanya
kekurangan volume cairan dalam tubuh bayi.
f.
Mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi berat.
|
5.
|
Risiko
terjadi gangguan suhu tubuh akibat
efek samping fototerapi berhubungan
dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan
diharapkan tidak terjadi gangguan suhu tubuh dengan kriteria hasil :
-
Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C
)
- Nadi dan
respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
-
Membran mukosa lembab
|
Mandiri
a. Pantau
kulit neonates dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih sering sampai setabil(
mis; suhu aksila). Atur suhu incubator dengan tepat
b. Monitor nadi, dan respirasi
c. Monitor intake dan output
d. Pertahankan
suhu tubuh 36,50C-370C jika demam lakukan kompres/
axilia
e. Cek
tanda-tanda vital setiap 2-4 jam sesuai yang dibutuhkan
f. Kolaborasi
pemberian antipiretik jika demam.
|
a.
Fluktuasi pada suhu tubuh dapat
terjadi sebagai respon terhadap pemajanan sinar, radiasi dan konveksi.
b.
Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi
karena dehidrasi akibat paparan sinar dengan intensitas tinggi sehingga akan
mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga peningkatan nadi dan respirasi
merupakan aspek penting yang harus di waspadai.
c.
Intake yang cukup dan output yang
seimbang dengan intake cairan dapat membantu mempertahankan suhu tubuh dalam
batas normal.
d. Suhu dalam batas
normal mencegah terjadinya cold/ heat stress
e.
Untuk mengetahui keadaan umum bayi sehingga memungkinkan pengambilan
tindakan yang cepat ketika terjadi suatu keabnormalan dalam tanda-tanda
vital.
f.
Antipiretik cepat membantu menurunkan demam bayi.
|
-
|
a.
|
|||
6
|
Risiko
tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan dengan
prosdur invasif, profil darah abnormal.
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan, diharapkan tidak terjadi komplikasi dari
transfusi tukar dengan kriteria hasil :
-
Menyelesaikan transfusi tukar tanpa
komplikasi
-
Menunjukkan penurunan kadar bilirubin
serum.
|
Mandiri
a.
Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum transfuse bila vena umbilical
digunakan. Bila tali pusat kering, berikan pencucian salin selama 30-60 menit
sebelum prosedur
b. Pertahankan
puasa selama 4 jam sebelum prosedur atau aspirat isi lambung
c. Jamin
ketersediaan alat resusitatif.
d. Pertahankan
suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur. Tempatkan bayi di bawah
penyebar hangat dengan servomekanisme. Hangatkan darah sebelum penginfusan
dengan menempatkan di dalam incubator, hangatkan baskom berisi air ataau
penghangat darah.
e.
Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan
darah dan factor Rh darah untuk ditukar.
f.
Jamin kesegaran darah. Darah yang diberi heparin lebih disukai.
g. Pantau nadi,
warna dan frekuensi pernapasan/kemudahan sebelum, selama dan setelah
transfuse. Lakukan pengisapan
jika diperlukan.
h. Catat
tanda-tanda atau kejadian selama transfuse, pencatatan jumlah darah yang
diambil dan diinjeksikan.
i. Pantau
tanda-tanda keseimbangan elektrolit ( mis; gugup, aktivitas kejang, dan
apnea; hiperefleksia,; bradikardia; atau diare )
j.
Kaji bayi terhadap perdarahan
bedlebihan dari lokasi I V setelah transfuse.
Kolaborasi
a. Pantau
pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi :
- Kadar Hb/Ht
sebelum dan setelah transfuse
- Kadar bilirubin
serum segera setelah prosedur, kemudian setiap 4 jam
-
Protein serum total
-
Kalsium dan kalium serum
-
Glukosa
-
Kadar pH serum
b. Berikan albumin
sebelum transfuse bila diindikasikan
c. Berikan
obat-obatan sesuai indikasi :
-
Kalsium glukonat 5 %
-
Natrium bikarbonat
-
Protamin sulfat
|
a. Pencucian
mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilicus sebelum
transfuse untuk akses I. V dan memudahkan pasase kateter umbilical.
b. Menurunkan
risiko kemungkinan regurgitasi dan aspirasi selama prosedur
c.
Untuk memberikan dukungan segera bila perlu
d. Membantu
mencegah hipotermia dan vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi ventrikel,
dan menurunkan vikositas darah
e.
Transfuse tukar paling sering dihubungkan dengan masalah inkompatibilitas
Rh.
f.
Darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis, karenanya meningkatkan
kadar bilirubin. Darah yang diberikan heparin selalu baru, tetapi harus
dibuang bila tidak digunakan dalam 24 jam.
g. Membuat nilai
data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi tidak stabil ( mis; apnea atau
disritmia/henti jantung ) dan mempertahankan jalan napas.
h. Membantu mencegah kesalahan dalam penggantian cairan.
Jumlah darah ditukar kira-kira 170 ml/kg BB. Volume
ganda tukar transfuse menjamin bahwa antara 75 % dan 90 % sirkulasi SDM
digantikan.
i. Hipokalsemia
dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan setelah transfuse tukar.
j. Penginfusan
darah yang diberi heparin mengubah koagulasi selama 4-6 jam setelah transfuse
tukar dan dapat mengakibatkan perdarahan.
- Bila Ht kurang dari 40 % sebelum
transfuse, pertukaran sebagian SDM kemasan dapat mendahului pertukaran penuh.
Penurunan kadar setelah transfusi menadakan kebutuhan terhadap transfuse
kedua.
- Kadar bilirubin dapat menurun sampai
setengah segera setelah prosedur, tetapi dapat meningkat dengan cepat
setelahnya, memerlukan pengulangan transfuse.
- Mengalikan kadar dengan 3,7 menetukan
derajat peningkatan bilirubin yang memerlukan transfuse tukar
- Darah mengandung sitrat sebagai anti
koagulan yang mengikat kalsium, sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
Selain itu, bila darah lebih dari 2 hari, destruksi SDM melepaskan kalium,
menciptakan risiko hiperkalemia dan henti jantung.
- Kadar glukosa rendah mungkin
dihubungkan dengan glikolisis anaerobik kontinu dalam SDM donor. Tindakan
segera perlu untuk mencegah efek buruk/kerusakan SSP.
- pH serum dari darah donor secara khas
6,8 atau kurang. Asidosis dapat tejadi jika darah segar tidak digunakan dan
hepar bayi tidak dapat memetabolisme sitrat yang digunakan antikoagulan, atau
bila darah donor melanjutkan glikolisis anaerobik dengan produksi asam
metabolit.
Meskipun
masih kontroversial, pemberian albumin dapat meningkatkan ketersediaan
albumin untuk berikatan dengan bilirubin, karenanya menurunkan kadar
bilirubin serum sikulasi yang bebas.
- Dari 2 sampai 4 ml kalsium glukonat
dapat diberikan setelah setiap 100 ml penginfusan darah untuk memperbaiki
hipokalsemia dan meminimalkan kemungkinan iritabilitas jantung.
- Memperbaiki asidosis
- Mengimbangi efek-efek antikoagulan
dari darah yang diberi heparin.
|
D. EVALUASI
Dx.
1 Integritas kulit kembali baik / normal,
- Kadar bilirubin dalam batas normal
- Kulit tidak berwarna kuning/ warna
kuning mulai berkurang
- Tidak timbul lecet akibat penekanan
kulit yang terlalu lama
Dx.
2 Pengetahuan keluarga bertambah,
- Mengungkapkan pemahaman tentang
penyebab, tindakan, dan kemungkinan hasil hiperbilirubinemia
- Mendemonstrasikan perawatan bayi yang
tepat
Dx.
3 Kadar bilirubin menurun,
- Kadar bilirubin indirek dibawah 12
mg/dl pada bayi cukup bulan pada usia 3 hari
- Resolusi ikterik pada akhir minggu
pertama kehidupan
- Bebas dari keterlibatan SSP
Dx.
4 Cairan tubuh neonatus adekuat,
-
Tugor kulit baik
-
Membran mukosa lembab
-
Intake dan output cairan seimbang
-
Nadi, rspirasi dalam batas normal.
Dx. 5 Tidak
terjadi gangguan suhu tubuh,
- Suhu tubuh dalam rentang normal (36,50C-370C
)
- Nadi dan
respirasi dalam batas normal ( N : 120-160 x/menit, RR : 35 x/menit )
- Membran mukosa lembab
Dx.
6 Tidak terjadi komplikasi dari transfusi tukar,
- Menyelesaikan transfusi tukar tanpa
komplikasi
-
Menunjukkan penurunan kadar bilirubin
serum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar